Setelah melalui hiruk pikuk berbagai aktivitas, termasuk pengalaman belajar dan berbagi di tingkat internasional, tibalah saatnya saya kembali ke rumah kedua saya: SMP Muhammadiyah Ahmad Dahlan Metro. Masa rehat itu ternyata tak berlangsung lama. Beberapa hari setelah kembali ke sekolah dan terlibat dalam penyelesaian akhir semester ganjil, agenda penting berikutnya sudah menanti, yakni Baitul Arqom Yogyakarta, sebuah kegiatan yang sejak awal terasa berbeda dan penuh makna.

Kegiatan Baitul Arqom Yogyakarta dilaksanakan pada 5 Desember 2025 bersama seluruh guru dan karyawan SMP Muhammadiyah Ahmad Dahlan Metro. Tahun ini, pelaksanaannya tidak lagi dilakukan di lingkungan sekolah atau wilayah sekitar, melainkan memilih Yogyakarta sebagai lokasi utama. Pilihan ini bukan tanpa alasan. Yogyakarta menghadirkan ruang belajar yang kaya akan nilai sejarah, tradisi keilmuan, serta atmosfer reflektif yang kuat bagi pengembangan diri seorang pendidik.

Selama kegiatan berlangsung, kami berpusat di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta. Sambutan hangat dari pihak sekolah setempat menjadi pembuka yang mengesankan. Kami tidak hanya mengikuti sesi materi, tetapi juga menyimak praktik-praktik baik pengelolaan sekolah yang dibagikan secara langsung. Dari sini, saya merasakan bahwa Baitul Arqom Yogyakarta bukan sekadar agenda rutin perkaderan, melainkan ruang bertumbuh untuk melihat pendidikan dari perspektif yang lebih luas dan membumi.

Materi inti disampaikan oleh para pemateri dari Pimpinan Wilayah hingga Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di antaranya Dr. Danuri, S.Pd., M.Pd. dari MPKSDI PWM Yogyakarta yang menekankan pentingnya penguatan sumber daya insani guru Muhammadiyah; Dr. M. Ikhwan Ahada selaku Ketua PWM Yogyakarta yang mengajak peserta memaknai Baitul Arqom sebagai ruang ideologisasi dan penyegaran gerakan; serta Dr. H. Ruslam Fariadi AM., S.Ag., M.Si. dari Majelis Tarjih PP Muhammadiyah yang menguatkan kembali landasan keislaman dan nilai Islam Berkemajuan dalam praktik pendidikan sehari-hari.

Selain itu, perspektif praktis dunia profesional disampaikan oleh H. Ibnu Novel Hafidz, S.Sos., M.M., yang berbagi pengalaman kepemimpinan dan etos kerja sebagai bekal guru dalam mengelola sekolah yang unggul dan berdaya saing. Bagi saya pribadi, rangkaian materi dalam Baitul Arqom Yogyakarta ini menjadi momen kontemplatif untuk menata ulang niat, memperkuat komitmen, dan meningkatkan kompetensi diri sebagai guru.

Setelah rangkaian materi intensif dari pagi hingga malam, kegiatan dilanjutkan dengan agenda reflektif di luar ruang kelas. Kami mengunjungi Tebing Breksi untuk menyaksikan lanskap Yogyakarta dari ketinggian. Di tempat ini, saya banyak merenung tentang perjalanan profesi guru: melihat luasnya tantangan pendidikan, sekaligus menyadari betapa pentingnya sudut pandang yang jernih dalam mengambil keputusan. Malam harinya, kebersamaan kami berlanjut dalam suasana sederhana namun hangat, mempererat ikatan kekeluargaan antarsesama pendidik.

Keesokan harinya, pengalaman Baitul Arqom Yogyakarta semakin bermakna melalui Lava Tour Merapi. Perjalanan ini bukan sekadar wisata, melainkan pembelajaran sejarah dan kemanusiaan. Kami menyusuri jejak erupsi besar Gunung Merapi tahun 2010, melihat sisa-sisa rumah, kendaraan, dan barang-barang yang menjadi saksi dahsyatnya kekuatan alam.


Kisah Mbah Marijan, sosok yang setia menjaga Merapi hingga akhir hayatnya, menjadi pengingat tentang nilai pengabdian, keteguhan prinsip, dan harmoni manusia dengan alam.

Di kawasan Merapi, kami juga melihat berbagai benda peninggalan erupsi yang kini menjadi sarana edukasi publik. Dari pengalaman ini, saya menangkap pesan penting bahwa manusia hidup berdampingan dengan alam.

Kesadaran untuk menjaga, merawat, dan bersikap waspada adalah bagian dari pembelajaran kehidupan yang relevan untuk ditanamkan kepada peserta didik.

Di sela kegiatan utama, saya juga menyempatkan diri bertemu beberapa sahabat dan rekan lama di Yogyakarta. Diskusi singkat tentang isu pendidikan, pengembangan potensi diri, dan tantangan guru masa kini menjadi penyegar tersendiri. Pertemuan-pertemuan kecil ini justru memperkaya makna Baitul Arqom Yogyakarta sebagai ruang belajar yang tidak selalu formal, tetapi sarat inspirasi.


Setelah seluruh rangkaian kegiatan usai, kami kembali ke Lampung dengan semangat baru. Aktivitas sekolah kembali berjalan seperti biasa, mulai dari persiapan semester baru hingga perencanaan program pengembangan sekolah.

Namun, pengalaman Baitul Arqom Yogyakarta meninggalkan jejak refleksi yang mendalam. Bagi saya, kegiatan ini bukan hanya tentang perjalanan fisik, tetapi perjalanan batin seorang guru untuk terus belajar, memperbaiki diri, dan meneguhkan peran dalam mencerdaskan generasi masa depan.


Melalui kegiatan ini, saya semakin yakin bahwa Baitul Arqom bukan sekadar tradisi organisasi, melainkan investasi nilai dan karakter. Sebuah proses pembelajaran yang menggabungkan ideologi, sejarah, refleksi, dan kebersamaan—bekal penting bagi guru untuk terus tumbuh menjadi pendidik yang berkompeten, berintegritas, dan berkemajuan.

