Kebiasaan Guru di Sekolah Korea – Halo teman-teman, kembali lagi di catatan perjalanan saya. Hari ini sudah masuk minggu ke-4 dan tepatnya hari ke-3 saya di Korea Selatan. Aktivitas berjalan seperti biasa, saya berangkat ke sekolah tempat saya belajar dan mengajar, yaitu Wolseong Middle School.

Buat saya, saat ini tidak ada kata lain selain belajar. Belajar bukan hanya soal duduk di kelas, mendengarkan penjelasan guru, atau forum formal lainnya. Lebih dari itu, belajar adalah bagaimana kita mengambil pelajaran dari hal-hal yang kita lihat, kita amati, dan kita alami. Dari proses itu, muncul perubahan dalam diri: cara berpikir, bertindak, mengambil keputusan, sampai bagaimana kita bermusyawarah. Jadi, setiap hari di sini saya merasa sedang belajar, meskipun tidak selalu lewat buku pelajaran.

Belajar dari Kebiasaan Guru Korea
Daftar Isi
Salah satu hal yang saya perhatikan adalah disiplin waktu. Guru-guru di sini benar-benar datang tepat waktu, mengajar tepat waktu, dan menyelesaikan pekerjaan di sekolah dengan tuntas. Kalau ada pekerjaan tambahan, mereka tetap melakukannya dengan rapi. Intinya, pekerjaan mereka tidak terbawa sampai ke rumah karena manajemen waktunya baik.

Hal lain yang menarik adalah etos kerja. Saya melihat guru-guru dan tenaga pendidik di sini bekerja dengan sangat optimal. Hidup di Korea memang punya tantangan besar, terutama biaya hidup yang cukup tinggi. Jadi wajar jika mereka bekerja keras. Tapi bukan hanya kerja keras, melainkan juga kerja efisien. Semua dilakukan dengan penuh pertimbangan, supaya hasilnya maksimal tanpa banyak membuang waktu, tenaga, dan biaya.
Lingkungan Sekolah yang Bersih dan Tertata
Selain guru dan siswa, saya menilai lingkungan sekolah di Korea punya peran besar dalam membentuk karakter. Di Wolseong Middle School, saya melihat lingkungan yang benar-benar bersih. Bukan sekadar bebas dari daun kering, tapi terutama bebas dari sampah plastik, kertas, dan kaleng.

Yang membuat saya kagum adalah kepedulian bersama. Semua orang ikut merawat lingkungan: guru, siswa, bahkan staf. Kebersihan bukan tanggung jawab satu orang, tapi hasil kerja sama seluruh warga sekolah. Kalau semua sekolah di Indonesia bisa meniru hal ini, tentu suasana belajar akan jauh lebih nyaman.
Selain itu, fasilitas sekolah di sini sangat lengkap. Ada lapangan sepak bola, basket, hoki, bulutangkis, hingga area bermain untuk siswa. Semua fasilitas ini dirawat dengan baik dan digunakan sesuai kebutuhan. Prinsip mereka sederhana: sesuaikan kebutuhan dengan pendapatan, jangan boros, dan gunakan fasilitas seefisien mungkin. Dari sini saya belajar bahwa disiplin, efisiensi, dan lingkungan adalah tiga hal penting yang benar-benar dijaga di sekolah Korea.
Belajar Efisiensi dari Kehidupan Sehari-hari
Tidak hanya di sekolah, pelajaran tentang efisiensi juga saya temukan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya saat belanja. Harga kebutuhan di Korea memang jauh lebih mahal dibandingkan di Indonesia. Misalnya, harga tahu di sini sekitar 990 won atau setara Rp10.700, padahal di Indonesia dengan Rp10.000 kita sudah bisa dapat banyak.

Karena itu, kami harus pintar-pintar mengatur pengeluaran. Pasar tradisional ada, tapi jaraknya jauh dari apartemen, jadi kami lebih sering belanja di kios atau toko sekitar. Meski begitu, tetap harus bijak memilih barang sesuai kebutuhan.

Ada satu pengalaman menarik: ibu pemilik apartemen tempat saya tinggal (yang biasa disebut landlord) menegur kami soal cara membuang sampah. Di Korea, sampah harus dipilah dengan benar, dan untuk sampah campuran harus menggunakan plastik khusus yang dibeli. Nah, kemarin kami buang sampah padahal plastiknya masih banyak ruang kosong. Bagi kami mungkin biasa saja, tapi bagi mereka itu dianggap pemborosan.

Pesannya sederhana: gunakan plastik itu sampai penuh baru buang. Hal kecil seperti ini ternyata mengajarkan banyak hal. Ternyata, efisiensi sudah tertanam dalam budaya masyarakat Korea, bahkan sampai urusan membuang sampah.
Kalau saya bandingkan dengan sekolah di Indonesia, tentu ada banyak hal yang bisa kita tiru. Kita mungkin belum bisa menyaingi fasilitas lengkap yang ada di Korea, tapi kita bisa memulai dari hal sederhana: menjaga kebersihan, disiplin waktu, dan bekerja efisien. Saya membayangkan kalau setiap guru, siswa, dan warga sekolah di Indonesia punya kepedulian yang sama, maka suasana belajar akan jauh lebih nyaman dan menyenangkan.
Dari pengalaman ini saya semakin yakin, belajar itu bukan hanya soal akademik, tapi juga soal kebiasaan kecil yang membentuk karakter besar.